Tak Seperti Kembang Api

(31/12) Pukul 15:47 WIB, saya melaju kencang dengan sepeda motor saya, mengejar waktu. Saya sore itu, seperti biasa bergelut dengan jarak 108 kilometer, melintasi kemacetan demi kemacetan sepulang kuliah. Saya enggan berkendara lebih petang lagi, karna dipastikan malam ini akan terjadi kemacetan besar disana sini. Berhenti di lampu merah, sepintas melihat kanan kiri,ada pasangan muda mudi yang bergurau sambil tertawa, ada ibu yang terlihat gemas dengan bayinya di boncengan suaminya, ada pula bapak setengah baya yang jok belakangnya penuh dengankerupuk jualannya. Masih dengan tatapan kosong menanti flip flop lampu merah yang asih berada pada angka 97, mata saya tertuju pada anak anak yang terduduk di bawah lampu merah. Mereka berlarian menuju mobil demi mobil,bernyanyi sekenanya sambil menepuk tangan dan bercanda, lalu mendapat bayaran berupa “kibasan tangan” dari balik kaca mobil yang mereka datangi.

Sebelum adzan maghrib berkumandang saya sudah sampai dikos, dan usai sholat Maghrib, senja saya kala itu ditemani sayup sayup merdu puji pujian dari gereja yang bersebelahan persis dengan kos tempat tinggal saya. Hari masih sore, namun  euforia pergantian tahun sudah sangat terasa. Saya sendiri enggan untuk beranjak dari kamar. Saya terus memencet tombol remote tivi saya, dan menjatuhkan pilihan pada film film box office yang diputar malam itu.

Suara petasan mulai terdengar, disusul dengan suara suara kembang api. Mulai pukul delapan, di luar rasanya bising sekali. Sampai akhirnya dengan malas saya menyeret kaki saya melangkah menuju jendela, memandang langit dan menyaksikan pendar bintang buatan berwarna warni yang hilang dalam sekali percikan. KEMBANG API!

Tak puas melihat dari jendela, saya berlari ke atap. Mencoba memandang pesta kembang api malam itu dengan lebih jelas. Dan entah kenapa semburat percikan kembang kembang api tersebut di langit seolah menyisakan lukisan gurat gurat wajah kekecewaan anak anak kecil yang saya lihat di lampu merah tadi sore.

Saya merengut sendiri, lalu berjalan gontai menuruni anak tangga kembali menuju kamar, mengunci pintu, dan berbaring sambil memeluk boneka. Mencoba memejamkan mata dan menarik nafas panjang. Tapi masih saja berat. Ada yang salah dengan malam ini. atau ada yang salah dengan saya? . Ini memang tahun ketiga saya tidak lagi ikut serta dalam segala macam perayaan tahun baru. tapi entah kenapa, baru tahun ini saya merasa skeptis, saya benar benar ingin dentuman dentuman kembang api itu segera berakhir.

Miris rasanya, mereka mereka yang ber “uang” begitu berat mengulurkan satu koin seratus rupiah untuk membantu anak jalanan, tapi begitu ringan untuk membakar puluhan juta demi keindahan kembang api yang hanya sekejap saja. Miris itu terus bergulir sampai sekitar pukul tiga dinihari, namun mata saya masih belum terpejam.Kembang api yang tadi membuat jutaan pasang mata berdecak kagum memandangnya, kini entah kemana tak ada jejaknya.

Matahari pertama di tahun 2012 muncul di ufuk timur, menyapu lembut dedaunan dan ranting ranting pohon, tidak lama, kemudian langit meneduh. Awan kelambu datang bergerombol, dan gerimis menghiasi pagi hari di tahun yang baru ini. Di antara rintik itu, saya tangkupkan kedua tangan dan memanjatkan doa, semoga setiap hal yang sudah terjadi di tahun lalu, dan yang akan terjadi di tahun ini, akan selalu dapat saya petik hikmahnya. Semoga Allah melindungi anak anak jalanan di setiap sudut kota Jakarta, semoga Allah menyelimuti mereka dengan keberkahan, semoga Allah memudahkan jalan mereka untuk menuntut ilmu, dan semoga Allah melindungi mereka dari kerasnya kehidupan ibukota. Dan semoga Allah meringankan tanga tangan yang lebih mampu daripada mereka, untuk sekedar mengulurkan tangannya, untuk mau bersahabat dengan mereka, untuk mau berbagi kebahagiaan dengan mereka, sehingga keindahan amalnya akan menyinari jalannya kelak di surga, tidak seperti kembang api malam tadi yang keindahan sinarnya,hanya sekejap saja. Semoga tahun ini, lebih baik dari tahun kemarin. Amin.

8 thoughts on “Tak Seperti Kembang Api

  1. Semoga kita semua mampu menyambut setiap pergantian tahun baik hijriah maupun masehi dengan tujuan untuk perubahan lebih baik diiringi rasa Syukur. InsyaAllah.

  2. amin,

    Nice posting. Dentuman kembang api itu pun tidak sebanding dengan dentuman meriam yang terus terdengar di Gaza.

Tinggalkan Balasan ke Asop Batalkan balasan