Bijaksana Bermimpi

Di suatu sore yang sejuk, saya berada di antara guguran daun pohon maple yang jatuh ke tanah, berdiri menggunakan jaket tebal dan membawa beberapa diktat perkuliahan, berdiskusi bersama teman-teman dengan bahasa Inggris yang fasih.

Itu mimpi.

Mimpi saya, melanjutkan studi di salah satu negeri di Eropa Barat.

Kenyataannya, dimana saya sekarang? Duduk di rumah kecil yang hangat, menyusui anak kedua saya yang baru berusia 2 bulan, sembari menemani sang kakak yang berusia 2 tahun membaca buku kesayangannya.

Hidup memang tidak selalu seindah mimpi. Tapi apakah karena ini saya berhenti bermimpi? Tentu Tidak. Katrina Mayer pernah berkata “believe in your dreams, they were given to you for a reason”. Saya yakin ada sebab mengapa Tuhan memberi saya mimpi yang begitu indah, dan hari ini saya belajar memahaminya.

Tiga tahun lalu, saya adalah seorang tamatan D3 Teknik Elektro, wanita karir,sudah menikah namun belum dikaruniai anak, dan baru saja menyelesaikan pendidikan S1 Psikologi. Saya selalu punya mimpi untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya sangat ingin berkuliah di luar negeri, dan dengan bekal izin dari suami, saat itu saya mulai mempersiapkan dokumen yang dipersyaratkan. Namun, semangat saya untuk kuliah di luar negeri ternyata tidak berbanding lurus dengan kehendak Tuhan. Saya positif hamil.

Long  story short, dengan segala drama kehamilan dan persalinan, anak pertama saya lahir. Melihatnya bertumbuh dan mengikuti tahap demi tahap perkembangannya, mimpi saya untuk kuliah di luar negeri tidak se-menggebu dahulu. Akhirnya saya beralih ke universitas di dalam negeri. Mendaftar, seleksi, diterima. Bisa kuliah? Tuhan berkehendak lain, saya kembali hamil. Kali ini, saya memutuskan mundur karena kondisi fisik saya ketika hamil yang memiliki beberapa keterbatasan yang tidak memungkinkan saya untuk berkuliah.

Sedih? Tentu. Kecewa? Pada awalnya. Tapi nyatanya tidak menghalangi mata saya untuk dapat melihat kebaikan dari segala sesuatu yang terjadi. Tuhan melihat semangat besar saya untuk belajar, dan memberi jalan melalui anak- anak yang Tuhan kirimkan. Saya belajar tentang ilmu kesehatan, saya belajar tentang ilmu gizi , saya belajar seni, saya belajar manajemen, dan belajar banyak ilmu lainnya, bahkan belajar memaknai segala sesuatu dengan lebih bijaksana. Bahwa saya sekarang, telah mencapai mimpi, yang menjadi impian dan doa jutaan manusia. Berkeluarga serta memiliki 2 anak lucu, dan saya bahagia. “…I believe in angels, something good in everything I see…” (Westlife, I have a Dream)

 

Ditulis di Jakarta, 28 November 2018

Yang Saya Tau

Yang saya tau, saya berhak mengeluh ketika jalanan macet berjam-jam dan mobil saya tidak bisa bergerak karena banyaknya kendaraan lain yang terparkir bersama saya di ruas ruas jalan tol ibukota.

Yang saya sering lupa, sesungguhnya macet adalah nikmat. Yang hanya Allah berikan kepada mereka yang dikaruniai kesehatan untuk bisa bepergian keluar rumah, yang hanya Allah limpahkan kepada mereka yang dikaruniai rizki untuk membeli kendaraan roda empat.

Yang saya tau, saya berhak mengomel ketika pelayan restoran mengantarkan pesanan saya tidak sesuai dengan yang saya minta. Kadang terlalu asin, kadang kurang pedas, kurang telor mata sapi, kurang matang inilah itulah.

Yang saya sering lupa, banyak orang di luar sana yang bahkan makan hanya dengan nasi putih, atau nasi yang hampir basi tapi mereka tidak pernah mengomel, bahkan meski nasi yang mereka dapat berasal dari tong sampah atau bekas makanan orang , tapi mereka masih bisa menikmatinya dengan perasaan senang.

Yang saya tau, saya berhak malas malasan berangkat ke kantor karena jaraknya yang jauh dan perjalanannya yang tidak singkat, berhak ogah-ogahan mengerjakan tugas kantor karena saya bosan mengerjakan hal yang sama setiap hari, bahkan merasa berhak menolak ketika atasan saya memberi pekerjaan lebih dari yang seharusnya saya mampu kerjakan. Entah dengan alasan capek, pengen pulang kantor on time, rumah jauh atau tidak mau membawa pekerjaan kantor ke rumah.

Yang saya sering lupa, setiap hari, ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang di luar sana menghitung tapak kakinya, berjalan menyusuri jalanan dengan bermandikan peluh dan berpayung matahari, membawa stofmap kuning atau biru di tangannya, menawarkan segala kemampuan yang dia punya untuk dapat diterima bekerja di salah satu perusahaan yang ada, namun jarang ada hasilnya.

—-

Seperti itulah saya. Tempatnya lupa. Malam itu, setelah sebuah kecelakaan kecil menimpa saya dan suami dalam perjalanan pulang kantor menuju rumah kontrakan kami di daerah bekasi. Saya berdiri dengan gemetar menyaksikan rangka depan mobil saya yang penyok di kanan kiri, pecah di bempernya. Saya yang saat itu sudah mengantuk hanya bisa saling menenangkan hati dengan suami. Dan setelah menunggu sekitar hampir satu jam, mobil derek datang untuk mengantarkan kami ke pintu tol terdekat. Saya dan suami tetap berada di dalam mobil selama proses penderekan, berdua hanya diam saja dan setengah melamun. Hingga derek sampai di luar tol, dan menawarkan bantuan untuk melanjutkan derek menuju bengkel terdekat. Karena letih, kami mengiyakan saja.

Keesokan harinya saya dan suami baru bisa mengurus segala keperluan service mobil dan asuransi di bengkel, tentunya setelah memindahkan mobil kami dari bengkel semalam ke bengkel resmi. Sesudahnya, Estimasi biaya yang tidak sedikit membuat saya dan suami lemas. Lebih sedih lagi mendengar estimasi waktu pengerjaan perbaikan yang diperkirakan sekitar dua minggu. Seketika langsung terbayang di otak saya, bagaimana kami akan bepergian dua minggu ke depan?

Satu dua hari kemudian saya dan suami memutuskan bepergian menggunakan taksi. Dan tidak seindah yang kami bayangkan. Selain waktu kami jadi banyak terbuang untuk menunggu taksi. Biaya yang kami keluarkan juga (lagi-lagi) tidak sedikit.

Esok petangnya, ketika ada waktu mengobrol berdua dengan suami. Yang mampu saya ucapkan hanya sebuah kata Maaf. “Mas.., maaf kalau selama ini saya terlalu banyak mengeluh dan kurang bersyukur”

Maaf kalau selama ini yang saya tau, saya berhak menuntut Pencipta saya untuk mengabulkan semua doa saya sesuai dengan yang saya kehendaki. Yang saya LUPA. Bahwa IALAH yang Maha Berkehendak. BUKAN SAYA. Yang saya SERING LUPA, betapa banyak orang yang tidak seberuntung saya dalam hidupnya dan sudah sepatutnya saya belajar untuk lebih bersyukur menjalani kehidupan ini bila mengingat hal itu. Tidak pantas sehari hari saya mengeluh capek hanya karena kemacetan di jalan kemudian melupakan nikmat dan karunianya yang telah menitipkan rejeki berupa kendaraan roda empat itu.Tidak pantas pula saya merisaukan hal-hal sepele lainnya kemudian lupa untuk bersyukur atas jutaan nikmat lainnya yang Allah karuniakan kepada saya.

Beginilah Allah mengingatkan saya. Memang, Saya sedih harus diingatkan melalui peristiwa yang tidak menyenangkan ini. Tapi kembali lagi saya mencoba bersyukur. Bersyukur karena karena kecelakaan itu hanya mobil  saja yang rusak. Bukan anggota badan saya atau suami saya yang rusak. Bersyukur karena Saya dan suami masih baik-baik saja. Dan bersyukur, karena secara tidak sadar,dengan musibah ini kami justru bisa memanfaatkan lebih banyak waktu berdua di rumah tanpa harus bepergian selain untuk bekerja.

Duhai Allah yang Maha Pemaaf, Ampuni kami atas segala LUPA ini..,dan semoga semakin hari kami bisa menjadi lebih baik lagi dari hari ini…

Greatest Adventure

Lama tidak menulis, karena alasan kesibukan yang sebenarnya lebih tepat kalau disebut karena alasan kemalasan, sudah banyak hal yang berubah dari kehidupan saya.Mulai dari pembukaan chapter menikah dengan bahagia, pindah bagian di tempat kerja, sampai pengalaman ke beberapa negara di Asia dan Eropa.

Saya berharap suatu hari nanti saya akan kembali rajin menulis lagi di blog ini. Dan semoga bisa berbagi hal-hal yang jauh lebih bermanfaat bagi orang lain ketimbang hanya curhat masalah yang lalu lalu. Dan Hari ini, belum banyak yang akan saya ceritakan, tapi mungkin cukup untuk menjadi prolog dari mati surinya blog saya selama ini.

————————————————————————————————————————-

Menikah.

Bagi sebagian orang adalah fase kehidupan yang membuat dirinya membatasi diri dari lingkungan atau aktivitas sosial tertentu karena adanya “sesuatu”  yang baru dalam hidupnya. Sesuatu itu tidak selalu  dalam arti negatif, tapi beberapa pasangan yang saya jumpai kadang menganggapnya seperti itu. Beberapa suami merasa dirinya kehilangan waktu untuk bermain game, berolahraga, ngumpul bersama teman atau untuk hobi lainnya. Bagi istri juga hampir serupa, atas dasar kebutuhan untuk mengurus suami, mengurus anak, mengurus rumah tangga, sang istri jadi kehilangan waktu untuk memanjakan dirinya, untuk shopping, mempercantik diri, atau kehilangan waktu untuk berekreasi.

“Tidak ada hal yang berubah setelah pernikahan ini melainkan kami akan hidup lebih bahagia bila bersama.”

Saya sendiri sudah menikah. Dan sangat bersyukur memiliki seorang suami yang sangat autoritatif. Suami saya tidak pernah memaksakan kehendaknya untuk saya harus begini dan begitu. Demikian pula dengan saya. Kami berdua sepakat bahwa tidak ada hal yang berubah setelah pernikahan ini melainkan kami akan hidup lebih bahagia bila bersama. Bersyukur karena dia masih mengijinkan saya untuk bekerja, bergaul bersama teman-teman, berekreasi, bahkan bepergian jauh seperti yang saya suka. Bahkan dalam hal tertentu, dia tidak segan untuk bergabung atau menemani saya.

Travelling misalnya. Dahulu sebelum menikah saya pikir saya akan kehilangan satu hal itu karena seperti banyak ulasan yang saya baca. Ketika menikah “budget” untuk hal yang satu ini akan banyak dipangkas. Karena banyak hal lain yang lebih urgent seperti kebutuhan untuk rumah dan momongan. Selain itu, istri cenderung tidak akan punya waktu untuk travelling, karena seperti yang saya sampaikan di atas, waktu istri akan banyak dihabiskan untuk mengurus rumah tangganya.

Tapi nyatanya, setelah pernikahan ini, yang saya temui justru sebaliknya. Tahun ini, selain melakukan single travelling, ada pula beberapa perjalanan yang saya lakukan bersama suami saya. Dan rasanya sangat jauh lebih menyenangkan dibanding bepergian sendiri. Menyenangkan karena ada teman bersama sepanjang perjalanan, menyenangkan karena saya merasa dilindungi, menyenangkan karena merasa lebih aman dan nyaman karena ada yang mendampingi dan tentunya sangat menyenangkan karena dari perjalanan ini kami menciptakan banyak moment indah berdua yang akan jadi koleksi cerita untuk anak cucu kami nanti.

Awal tahun 2015 ini pada bulan Februari kami buka dengan menyeberang ke Kepulauan Seribu, Pulau Macan lebih tepatnya. Bulan Maret kami berwisata Kuliner ke Solo. Kemudian di tengah tahun kami berkunjung ke kampung halaman saya di Wonosobo untuk berwisata ke Dieng dilanjutkan dengan short getaway ke Phuket, bulan Agustus ke Novus Giri Puncak, dan bulan November lalu kami berdua berjelajah ke Tokyo, Jepang.

InsyaAllah Saya akan ceritakan satu per satu perjalanan saya dan suami saya di beberapa tulisan lain yang akan saya tampilkan kemudian. Namun intinya, dari banyak cerita yang saya lalui dan akan saya ceritakan nanti. Saya dan suami saya percaya, berat atau tidaknya beban dari sebuah pernikahan itu kembali lagi pada sudut pandang kita dan pasangan dalam menilainya. Dan bagi kami, justru dalam pernikahan inilah kami menjalani Petualangan Terhebat (Greatest Adventure) yang belum pernah kami alami dalam hidup ini.

Only Human

image

Pernah ada suatu masa dimana saya merasa telah salah memberi nama blog ini. Dan sekarang pun saya tengah merasakannya. “indahnyahidupku” adalah salah tidak selalu benar adanya. Mungkin lebih tepat seharusnya “tidakselaluindahhidupku”. Namun lagi, ketika saya mencoba memaknainya lebih dalam, indahnyahidupku lebih kepada manifestasi saya atas rasa syukur terhadap nafas yang masih Allah titipkan kepada saya hingga detik ini, sekaligus pengharapan saya tentang kehidupan saya, yang meski tidak selalu indah,saya ingin senantiasa bisa memaknai setiap hikmah yang terjadi dengan indah.

Satu hal lagi, Masih ada yang saya rasa salah disini., tittle blog saya. Mari tengok sejenak ada tulisan apa disana. “Just a little angel’s diary”. Jelas ada yang salah kan dengan hal ini?Pada kenyataannya, saya ini bukan malaikat, saya hanya manusia biasa, tidak luput dari kesalahan, tidak lepas dari dosa, tidak terhindar dari kemunafikan.
Masih.bahkan mungkin sering. Berucap seenaknya, berperilaku semaunya, berkata yang menyakiti hati orang lain, bertindak tidak sepantasnya. Sombong, angkuh, merasa hebat, merasa paling benar, merasa lebih baik dari orang lain, meremehkan, dan masih saja sukar melepas diri dari buruk sangka.

Padahal, saya hanya manusia biasa. yang ketika Allah kirimkan sakit bronchitis ke paru paru saya, saya hanya bisa memelas kepadaNya. yang ketika Allah menghujani saya dengan luka, saya hanya bisa menangis karnanya. yang ketika (kelak) Allah mencabut nyawa saya, saya hanya bisa menyesal meratapi diri yang masih belum cukup bekal untuk kembali ke haribaanNya dan tidak punya daya untuk meminta kembali dilahirkan ke dunia.

Tulisan ini mungkin tidak begitu sarat makna seperti tulisan tulisan saya yang lain. Namun saya berharap, ini mampu mewakili “saya yang hanya manusia biasa” ini, memohon maaf kepada semua yang pernah tersakiti oleh apa yang saya lakukan ataupun saya ucapkan. Maaf atas ketidakmampuan saya menjaga apa yang seharusnya saya jaga. Maaf atas ketidaksempurnaan saya. Maaf atas kemunafikan saya. Maaf atas keterbatasan saya. Maaf saya bukan malaikat.

Dan sekaligus ingin saya sampaikan terimakasih kepada semua sahabat dengan segala supportnya, yang tetap selalu mencintai saya, meski saya tidak indah, meski saya bukan malaikat.

Dan terimakasih Allah, atas hidup yang indah ini..

#ChapterPatahHati

Image

Sebagaimana gadis gadis seusia saya di luar sana, saya pun pernah mengalami chapter ini. chapter dimana dunia serasa runtuh dalam sepersekian detik, menghancurkan hati hingga berpuing puing, meledakkan amarah hingga nyerinya menyambar seluruh lapisan urat nadi. Nada nada indah dari lagu lagu percintaan yang biasanya menarik untuk didengar tiba tiba menjadi dentuman dentuman symphony yang memekakkan gendang telinga. Nafas terasa sesak, lutut kaku hingga langkah runtuh tak mampu lagi menjejak tanah dengan sempurna. Nafsu makan hilang hanyut bersama dengan derasnya untaian air mata yang entah kenapa sulit untuk berhenti mengalir meski sudah dibendung dengan ribuan helai tissue.

Pada chapter ini, sebenarnya yang dibutuhkan saya dan gadis gadis seperti saya tidak banyak dan tidak muluk muluk. Biasanya ketika berada pada chapter ini saya hanya ingin sendiri, saya ingin berbaring di tempat tidur selama yang saya bisa, saya ingin secangkir kopi, beberapa batang cokelat atau beberapa cup ice cream, saya ingin menonton televisi hingga bosan, ingin meratapi malam dengan murung hingga mata saya berkantung, saya ingin berteriak sekuat tenaga di tepian jurang yang bisa menggaungkan teriakan saya, ingin menyelamkan diri ke lautan untuk menari bersama ikan, membenamkan diri di tengah hujan agar air mata saya tersapu rintiknya, dan yang paling sederhana dari sekian banyak “ingin” ini adalah,..saya ingin ada pelukan seorang sahabat.

Pada chapter ini, ketika pelukan sahabat itu datang, cerita demi cerita mengalun seperti seonggok beban yang saya pikul sedikit demi sedikit saya pindahkan ke pundaknya untuk kami pikul bersama. Atau kadang sahabat mampu membuat beban itu tak lagi berat, sehingga tak lagi menjadi beban. Terkadang pula, seorang sahabat mampu mengubah tangisan saya menjadi tawa yang meledak ledak. Padahal, yang dilakukannya tidak banyak. Yang dilakukannya hanya memeluk dan menjadi pendengar yang baik.itu saja.

Namun sayangnya..,pada chapter ini,pelukan sahabat tak selalu ada. Entah sedang dengan kesibukannya, atau mungkin sedang berkecamuk pada chapter yang sama. Atau kadang, sahabat ada, namun saya merasa tidak mampu untuk berbagi cerita dengannya. Antara malu, sungkan, dan mungkin memang tidak tahu harus bercerita darimana. Pada chapter ini dan pada saat seperti ini, ketika sahabat tak ada, tiada lain yang bisa saya jadikan tempat bersandar selain Dia.

Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nashir ( QS. Ali Imran.173)
“Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”

Dia selalu ada untuk saya, Dia Maha Mendengar semua keluh kesah saya meski tak ada satu katapun terucap.  Dia Maha Tahu apa yang saya rasakan dalam chapter ini. Dia Maha Menenangkan segala gundah gulana yang saya rasa. Dia Maha Pengasih, dan dengan kasihNya membawa saya ke dalam pelukanNya, membisikkan kepada saya bahwa Dia membawa saya ke dalam chapter ini untuk sementara, tidak lama.., Dia hanya sedang rindu kepada saya, Dia hanya ingin saya kembali mengingatNya, Dia ingin saya tahu bahwa Dia selalu ada untuk saya, Dia membiarkan saya merasakan luka untuk kemudian menyiapkan obatnya. Dan Dia meyakinkan saya bahwa tidak ada lagi yang perlu dikhawatikan ketika Dia ada. Dialah sebaik baik pelindung, sehingga hanya kepadaNya-lah saya mampu memohon perlindungan dan pertolongan.

“a brand new day has come, The rainbow has appeared after the violent storm, The flowers has bloom after freezing winter, and the wounded heart has healed after it broken.”

Pada akhirnya saya tahu,..Chapter ini tidak perlu dihindari karna ini adalah bagian dari proses pendewasaan diri. Tidak pula chapter ini perlu diulur ulur hingga kita tidak mampu beranjak pergi dan tenggelam dalam frustasi. Chapter ini hanya perlu dilewati dengan baik, dengan kepercayaan penuh bahwa Allah itu ada untuk kita. Siapapun yang berhasil melewati chapter ini, adalah pribadi yang mampu melewati satu tahap ujian dariNya,  pribadi yang akan menjadi lebih kuat dan tangguh dari sebelumnya, dan pribadi yang insyaAllah lebih baik jika ia mampu mengambil hikmah dari chapter ini dan mampu kembali kepada Yang Maha Menciptakan Chapter ini dan chapter chapter lain dalam hidup ini. Chapter yang tentunya jauh lebih indah dari chapter ini. Chapter yang tidak menyakitkan. Chapter yang penuh kebahagiaan dan keindahan di dalamnya. Chapter yang dijanjikanNya bagi orang orang yang bersabar.

Sahabatku, jika saat ini kamu masih terus sedang berada pada chapter ini. Let it go, mari sini saya peluk, dengarkan saya, sebaiknya kamu akhiri chapter ini sekarang, be strong! , tersenyumlah seperti matahari pagi tersenyum kepadamu, dan mari move on . ada chapter lain yang menunggumu di depan sana. :”)

Malam…

dark_night-t2Saya tidak ingat persis sejak kapan hal ini saya rasakan. Saya bahkan kurang yakin tentang apa yang saya rasakan ini. Tapi yang jelas, semenjak saat itu datang, saya mulai mencintai malam.

Ya, malam.

Dahulu, saya pecinta pagi, dengan tetesan embunnya yang jernih dan menyejukkan, dengan pelukan matahari yang menghangatkan, dengan cinta langit yang membiru mengangkasa.

Dahulu, saya mencintai pagi. Setiap hari saya menyambutnya dengan senyum, setiap hari saya melangkahkan kaki dengan ringan untuk berteriak semangat pada pagi. Setiap hari saya menapakkan jejak jejak langkah dengan riang memulai segala aktivitas.

Dahulu saya cerah seperti pagi, dahulu saya hangat kepada semua orang seperti mentari pagi. Dahulu saya berusaha menjadi terang,bersinar, dan gemilang seperti kemilaunya pagi.

Sekarang?yang saya bilang entah sejak kapan itu. Saya lebih mencintai malam. Saya bukannya tidak mau lagi menjadi sehangat pagi. Tapi bagi saya sekarang, malam jauh lebih indah. Malam mungkin tidak terang, namun gelapnya meneduhkan. Malam mungkin tidak begitu bersinar, namun gemintangnya sangat indah. Malam mungkin tidak berkilau, namun kesyahduannya menenangkan.

Malam, dia tidak banyak bicara, tidak bising, malam itu lembut. Malam tidak panas, kesejukannya membuat saya nyaman. Malam tidak banyak polah, dia tidak menuntut saya untuk beraktivitas banyak, dia hanya memandang saya dari kejauhan untuk membiarkan saya terbaring dengan tenang di peraduan saya, meninabobokan saya dengan nyanyian alamnya, dan bertasbih menyebut asma Allah, berharap agar saya masih dapat berjumpa dengan malam malam berikutnya.

Terimakasih malam, sampai jumpa besok malam.InsyaAllah…

Percakapan di Kala Itu

Kaku.

Melihat raut wajah bocah mungil itu terpekur di depan ruko yang dini hari itu sudah tutup. Tubuhnya sesekali berguling ke kanan dan ke kiri, persis seperti adik kecil saya kalau sedang tidur di kasur di rumah, bedanya, kasur bocah ini adalah lantai teras ruko, di pinggir jalan, tanpa selimut, tanpa bantal guling, penuh debu, dan di sisinya tempat sampah.

Ibu bocah itu nampaknya sudah cukup berumur, kerut kerutan di wajahnya menggambarkan keletihan. Pasti! Pasti beliau letih sekali berhari hari hidup di jalan seperti itu. Pasti beliau rindu tempat bernaung yang nyaman dan hangat. Ibu itu sekilas nampak nyaris tertidur, namun segera terjaga untuk menghalau nyamuk dan lalat yang mengganggu tidur putra kecilnya.

Saya yang sedari tadi hanya mengamati mereka dari kejauhan, akhirnya memutuskan untuk berjalan menjauh. Saya lapar sekali malam itu, hampir 24 jam perut saya belum makan nasi. Bukan karna apa, saya cuma lupa makan. Iya, seriusan lupa makan. Entah kenapa akhir akhir ini sering begitu. Akhirnya saya berhenti di warung tenda yang menjual pecel lele. Pesan 3 porsi pecel ayam dibungkus. Lalu kembali ke emperan toko tempat ibu yang saya ceritakan tadi.

Saya parkirkan motor. Lalu berjalan menuju ibu itu. Agak takut dan agak tidak percaya diri. Namun akhirnya saya beranikan diri juga. ” Permisi ibu.., sudah makan?”, ibu itu agak kaget dengan kedatangan saya, lalu menggeleng. Saya mengajaknya makan bersama setelah itu. dan beliau buru buru membangunkan anaknya untuk ikut makan.

Sembari makan bersama disana. Ibu itu lahap, sampai tidak banyak bercerita. Hanya sesekali ketika saya bertanya, beliau menjawab. Dan dari percakapan singkat kami, saya tahu beliau bernama ibu Yanti, pekerjaannya pemulung, suaminya entah kemana, dan anaknya 6 tahun bernama Koko. Ibu Yanti tinggal dari satu emper toko ke emperan yang lain. Asal beliau dari Blitar. dan dari memulung, beliau bisa mendapat penghasilan 6000 – 15000 sehari tergantung banyaknya sampah yang bisa didapatkan.

Waktu menunjukkan pukul 01.15 pagi ketika saya berpamitan kepada Ibu Yanti. Saya mengambil sejumlah uang yang tersisa di dompet untuk saya berikan kepada beliau, namun dengan sangat halus beliau menolak. Glek! Matilah saya jangan jangan ibu yanti tersinggung kalau dikasih uang.*aduh jadi ga enak saya*
Namun kemudian kegundahan saya terjawab ketika ibu yanti mengatakan ” jangan kasih uang mbak.., kasih aja saya makan lagi kalo kita ketemu lagi, kalo ngasihnya uang paling paling nanti diambil preman”. Oooh..,saya ber ooo panjang dalam hati, lalu mengangguk mengiyakan. Bersalaman dengan ibu yanti dan koko yang mukanya masih setengah mengantuk. Lalu pergi.

Esok malamnya,hingga malam dua hari yang lalu,tiap melintas di tempat yang sama saya menoleh sejenak berharap bertemu lagi dengan bu yanti atau koko.tapi nihil. Pastilah mereka sudah hijrah ke tempat tinggal yang lain lagi. Ah.., meski pertemuan itu singkat, namun rasanya..,entah kenapa saya kangen sama ibu dan adik itu. Saya berharap, saat ini dimanapun mereka berada, Allah menyelimuti mereka dengan kasihNya, dengan sayangNya.., dan memeluk mereka dalam penjagaanNya.semoga.Amin.

Note : Untuk teman” yang saya sayangi.., kalau ketemu ibu yanti,koko, atau teman” ibu yanti. Jangan kasih uang yah..,kasih saja makan. Ibu yanti pasti senang :).

sumber gambar : http://firefley.blogspot.com/2010_02_01_archive.html